Dialog sosial membantu industri mengatasi masalah kontrak pekerja yang sudah berlangsung lama
4 Desember 2018.
Jakarta - Satu set pedoman baru untuk membantu mengatur penggunaan karyawan PKWT di industri garmen telah diterbitkan oleh Better Work Indonesia dan Kementerian Ketenagakerjaan. Pedoman ini - hasil kolaborasi yang difasilitasi oleh Better Work antara pengusaha, serikat pekerja, mitra merek, dan pemerintah - bertujuan untuk memperjelas pemahaman tentang peraturan yang ada dan mengurangi ketergantungan industri pada PKWT di Indonesia.
Better Work memperkirakan sekitar setengah dari hampir 400.000 pekerja yang dipekerjakan di pabrik-pabrik garmen di Indonesia direkrut dengan menggunakan PKWT. Jenis kontrak ini, yang dikenal dengan sebutan 'PKWT', pada awalnya dirancang untuk mendukung pabrik-pabrik dengan pekerjaan musiman atau sementara yang berasal dari produksi khusus, rencana perluasan bisnis, dan kreasi produk baru.
Namun, pelaksanaan PKWT dirusak oleh ketidakpatuhan yang meluas, sebagian karena kebingungan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sebagai contoh, kontrak semacam ini, menurut hukum, dibatasi hingga maksimum dua tahun dengan opsi perpanjangan, hanya sekali, untuk jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Namun, dalam banyak kasus, perusahaan mengabaikan batasan berapa kali mereka diizinkan untuk memperpanjang kontrak. Interpretasi yang berbeda tentang bagaimana PKWT seharusnya berfungsi juga menyebabkan pelanggaran hak-hak pekerja. "Gagasan untuk menyusun pedoman pelaksanaan PKWT di sektor garmen muncul dalam serangkaian diskusi dengan Kementerian Ketenagakerjaan yang dimulai tahun lalu," ujar Albert Bonasahat, Program Officer Better Work Indonesia. "Pabrik-pabrik bertanya kepada kami berapa lama mereka dapat mempekerjakan pekerja dengan PKWT, berapa kali mereka dapat memperbaruinya, dan apa saja yang menjadi hak para pekerja tersebut dalam hal tunjangan. Kami menginformasikan kepada kementerian bahwa kami perlu mengklarifikasi isu-isu ini."
Dalam membuat pedoman untuk membantu pabrik-pabrik menavigasi peraturan dan undang-undang Indonesia tentang masalah ini, sangat penting untuk membantu menyeimbangkan antara perlindungan pekerja dan menjaga daya saing sektor ini. Sebuah proses konsultasi dilakukan, dimulai dengan diskusi kelompok terfokus dengan para pemangku kepentingan tripartit dan perwakilan mitra merek internasional pada bulan Agustus 2017. Sejumlah lokakarya penulisan dan pertemuan kelompok terfokus berikutnya menghasilkan dokumen yang diselesaikan pada bulan Agustus tahun ini.
Bonasahat mengatakan bahwa salinan buklet, yang tersedia dalam bahasa Indonesia, Inggris dan Korea, akan digunakan dalam sesi konsultasi program di pabrik-pabrik dan diberikan kepada para pemangku kepentingan industri, termasuk para mitra Better Work. Kementerian Ketenagakerjaan juga akan mendistribusikannya di kantor-kantor daerah untuk menjangkau para pejabat di seluruh negeri.
Sejauh ini, reaksi yang diberikan sangat positif. "Buku ini akan membantu para pengawas ketenagakerjaan untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan hubungan kerja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga akan berguna dalam menegakkan hak-hak normatif industrial para pekerja, seiring dengan upaya bersama untuk melindungi dan mengembangkan daya saing industri garmen Indonesia yang berorientasi ekspor," ujar Sugeng Priyanto, Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan.
Haiyani Rumondang, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, mengatakan bahwa ia yakin para pemangku kepentingan akan lebih mudah memahami peraturan-peraturan terkait kontrak kerja di Indonesia berkat adanya buklet ini.
Pedoman ini dibuat untuk memacu perubahan penting dalam praktik ketenagakerjaan di seluruh industri, menggeser industri ke arah ketergantungan yang besar pada kontrak permanen yang melindungi hak dan kondisi pekerja dengan lebih baik. Beberapa pabrik telah menunjukkan bahwa model ini memungkinkan dan menguntungkan. Pabrik A Better Work di Jawa Tengah, misalnya, memiliki kurang dari 145 pekerja yang dipekerjakan dengan PKWT, dari total 13.000 pekerja.
Pekerja tidak tetap di pabrik ini direkrut untuk melipat, menjahit, dan memproduksi garmen yang membutuhkan keterampilan menjahit khusus yang tidak dapat dilakukan oleh mesin, atau ketika garmen diproduksi hanya untuk waktu terbatas mengikuti tren mode. Perwakilan dari pabrik mengatakan bahwa pilihan ini didasarkan pada pendekatan bisnis jangka panjang, yang melihat bahwa pelatihan pekerja sangat penting bagi keberhasilan perusahaan secara keseluruhan.
Kontrak permanen lebih baik dalam memberikan keamanan kerja bagi para pekerjanya, sehingga mereka dapat berkonsentrasi lebih baik pada pekerjaan itu sendiri, meningkatkan disiplin, hasil produksi yang lebih tinggi, dan pemenuhan pesanan tepat waktu. Hal ini, pada gilirannya, berdampak positif pada pemenuhan target produksi, yang pada akhirnya memuaskan pembeli.
Namun, kasus-kasus ini masih terbatas di seluruh negeri. Transformasi yang meluas untuk meningkatkan praktik ketenagakerjaan dan secara signifikan mengurangi jumlah pekerja PKWT masih memerlukan kerja keras. Michiko Miyamoto, Direktur Kantor ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste mengatakan bahwa ada beberapa pertanyaan praktis seputar penggunaan PKWT yang masih belum terjawab dalam pedoman baru ini.
Namun, katanya, proses yang mendasari penyusunan dokumen-dokumen tersebut merupakan contoh yang menggembirakan dari dialog sosial di tempat kerja. "Pedoman ini merupakan bukti kuat dari niat baik yang ditunjukkan oleh semua pihak terkait dalam bekerja sama untuk meningkatkan pelaksanaan hukum dan peraturan ketenagakerjaan Indonesia, untuk kepentingan pekerja dan industri."