Di balik T-Shirt: Sebuah serikat pekerja di Jawa Barat berjuang untuk menegakkan hak-hak pekerja

15 Agustus 2023

JAWA BARAT, Indonesia - Jarang sekali konsumen mempertimbangkan apa arti label pada kaos yang bertuliskan "Made in Indonesia". Ketika konsumen memikirkan masalah seperti harga dan kualitas bahan dalam hal pakaian, masalah ketenagakerjaan - yang mempengaruhi orang-orang yang membuat pakaian tersebut - jarang terlintas dalam pikiran mereka. Sebenarnya, di balik ratusan kaos yang tergantung di rak-rak pakaian di toko-toko ritel, ada kisah-kisah tentang para pekerja pabrik.

Di tengah-tengah salah satu kisah tersebut adalah Asep (bukan nama sebenarnya), seorang operator gudang berusia 20 tahun dan ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) di salah satu pabrik di Majalengka, Jawa Barat, Indonesia.

Setahun yang lalu, ketika Asep bekerja di bagian Quality Control (QC), ia menyaksikan enam orang pekerja di-PHK, yang ia yakini sebagai upaya manajemen untuk menghapuskan serikat pekerja yang dibentuk oleh para pekerja.

"Saat saya bekerja di QC, tiba-tiba ada enam orang yang di-PHK, padahal mereka tidak pernah absen dan tidak ada masalah," kata Asep.

SPN melaporkan dugaan kegiatan yang tidak adil ini kepada dewan serikat pekerja di tingkat kabupaten dan provinsi. Dewan-dewan tersebut, pada gilirannya, menyampaikan hal ini kepada dinas tenaga kerja setempat. "Namun, manajemen pabrik menepis laporan tersebut," kenang Asep.

Manajer Sumber Daya Manusia (SDM), Putra (bukan nama sebenarnya), menawarkan perspektif lain dari cerita ini. Dia mengatakan bahwa pabrik pada awalnya menentang adanya serikat pekerja di dalam perusahaan, dan keraguan mereka muncul karena takut bahwa pekerja yang terorganisir akan menimbulkan gejolak.

"Ketika bos kami memiliki bisnis di Tangerang, mereka memiliki pengalaman buruk dengan serikat pekerja, karena mereka agresif, sementara bos hanya ingin memastikan ketertiban," ceritanya.

Jadi, ketika beberapa pekerja - termasuk Asep - ingin membentuk serikat pekerja di dalam pabrik, pihak manajemen mengambil tindakan untuk mencegah pembentukannya. Keresahan terjadi ketika beredar kabar di sekitar pabrik bahwa enam orang yang merupakan anggota serikat pekerja tiba-tiba dipecat tanpa alasan yang jelas.

Meskipun mendapat penolakan, para pekerja tetap bersikeras untuk membentuk serikat pekerja. Serikat pekerja yang baru ini meminta bantuan dari federasi pekerja regional dan dinas tenaga kerja setempat, yang kemudian datang ke pabrik untuk memediasi masalah tersebut. Namun, pihak pabrik memblokir pintu masuk mereka dan menolak untuk melakukan diskusi lebih lanjut dengan federasi pekerja atau dinas tenaga kerja setempat.

Tekad Asep tidak tergoyahkan, meskipun SPN masih merupakan serikat pekerja yang masih baru pada saat itu. Dia mengorganisir sebuah protes di pabrik, meskipun hanya sejumlah kecil pekerja yang berpartisipasi. Namun, aksi ini menarik perhatian manajemen pabrik, dan para pekerja melakukan dialog dengan manajemen untuk mencoba menyelesaikan perselisihan yang sedang berlangsung.

Dinas tenaga kerja setempat mengorganisir dan memfasilitasi serangkaian dialog sosial - percakapan yang dimediasi antara manajemen pabrik dan serikat pekerja - yang secara bertahap membuka diri. Upaya gigih Asep dan rekan-rekan kerjanya membuahkan hasil. Keenam karyawan yang di-PHK dipekerjakan kembali, dan pihak pabrik berjanji tidak akan ada larangan terkait keanggotaan dan aktivitas serikat pekerja. Pihak manajemen mengakui dan menerima kehadiran serikat pekerja, dengan syarat serikat pekerja tidak menimbulkan konflik yang dapat menghambat produktivitas.

"Kami (manajemen) mengatakan kepada mereka, pabrik ini adalah 'rumah' kami yang harus kami jaga. Jika kita terpecah belah, kita tidak akan mencapai tujuan kita. Oleh karena itu, kita perlu bergandengan tangan dan saling mendukung produktivitas untuk masa depan yang lebih baik," kata Manajer SDM Putra.

Pabrik-pabrik garmen seperti yang ada di Jawa Barat memiliki peluang untuk lebih memasukkan suara pekerja dalam budaya pabrik melalui dialog sosial.

Meskipun ada kemajuan, perjalanannya masih jauh dari selesai. Asep dan rekan-rekan serikat pekerja lainnya masih berjuang untuk merekrut anggota baru karena mereka bekerja tanpa henti untuk menjelaskan fungsi dan tujuan serikat pekerja kepada rekan-rekannya di luar jam kerja.

"Sebelum insiden pemecatan, sulit untuk mencari anggota karena mereka takut kehilangan pekerjaan. Setelah insiden itu selesai, sedikit lebih mudah, tetapi mereka masih khawatir akan dipecat jika bergabung dengan serikat pekerja, meskipun manajemen dan serikat pekerja telah sepakat untuk melarang pemberangusan serikat pekerja," jelasnya. "Saat ini, ada rumor yang beredar bahwa anggota yang bergabung dengan serikat pekerja akan diputus kontraknya. Namun, belum ada bukti mengenai hal ini."

Sejak saat itu, perusahaan telah mengambil langkah maju dalam mengakui hak-hak pekerja. Misalnya, perusahaan mengakomodasi permintaan serikat pekerja untuk mengurangi jam kerja dari enam hari kerja menjadi lima hari kerja. Putra mengatakan bahwa manajemen melakukan diskusi dengan serikat pekerja untuk merundingkan strategi di tengah kelesuan ekonomi akibat krisis COVID-19, seperti rotasi shift kerja, untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Meskipun antusiasme pekerja pada awalnya rendah, anggota serikat pekerja dan non-serikat pekerja secara bertahap menerima perubahan tersebut. Perspektifnya menggambarkan manajemen pabrik yang proaktif dalam mengikutsertakan suara pekerja, tetapi juga berusaha untuk menjaga agar pabrik tetap bersatu.

Untuk menyelesaikan beberapa gesekan yang masih ada, perusahaan telah berusaha untuk mendorong diskusi antara pekerja dan manajer, sebuah langkah awal dalam mekanisme penyelesaian perselisihan nasional. "Diskusi bipartit" antara kedua kelompok ini membuka kemungkinan untuk menyelesaikan berbagai masalah.

Kisah Asep dan Putra menggambarkan bahwa menciptakan hubungan industrial yang lebih kuat bukanlah keberhasilan dalam semalam, tetapi merupakan sebuah proses, yang merupakan hasil dari kerja terus menerus dengan menggunakan dialog sosial untuk mengatasi tantangan, terutama selama krisis ekonomi saat ini dan iklim industri global yang berubah dengan cepat. Iklim industri juga menjadi semakin menantang bagi serikat pekerja, terbukti dengan menurunnya tingkat serikat pekerja di banyak negara, menurut laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2019.

Penurunan tingkat serikat pekerja, terutama di kalangan pekerja temporer, menimbulkan tantangan bagi serikat pekerja dalam mengorganisir dan mewakili segmen tenaga kerja ini. Penurunan ini dapat dikaitkan dengan transformasi hubungan kerja, yang telah menyebabkan peningkatan keragaman dalam pengaturan kerja, termasuk pekerjaan paruh waktu dan kontrak jangka waktu tertentu.

Praktik-praktik ini terus berlanjut meskipun ada konvensi yang menjunjung tinggi kebebasan berserikat, seperti Konvensi Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, 1948(No. 87) dan Konvensi Hak untuk Berorganisasi dan Perundingan Bersama, 1949(No. 98). Konvensi-konvensi ini, yang telah diratifikasi oleh Indonesia, mengakui bahwa hak untuk berorganisasi dan membentuk organisasi pengusaha dan pekerja merupakan prasyarat untuk perundingan bersama yang baik dan dialog sosial.

Putra tetap optimis dengan masa depan perusahaan. Ia mengatakan bahwa pemilik pabrik telah bersikap lebih lunak terhadap organisasi pekerja dan sering memfasilitasi dialog sosial antara pekerja dan manajemen untuk menyelesaikan perselisihan. Waktu akan menunjukkan bagaimana perubahan ini akan bertahan dan mempengaruhi budaya pabrik.

"Sejak [transformasi] ini, setiap kali ada kebijakan baru, kami sering mengedepankan diskusi untuk mencari titik temu dan fokus mencari solusi," ujar Putra dengan penuh keyakinan.

Di tengah tantangan ini, SPN Asep terus mengadvokasi hak-hak karyawannya, didorong oleh semangat dan semangat rekan-rekannya dan mengejar hak-hak yang belum terpenuhi. Mereka kini berjuang untuk mendapatkan kompensasi bagi mereka yang kontraknya telah habis, mengadvokasi agar kontrak mereka diperpanjang.

"Teruslah berjuang dan tetaplah tangguh menghadapi tantangan kebebasan berserikat, karena di dalam setiap perusahaan terdapat potensi untuk berkembang dan berdaya," kata Asep.

Berlangganan Buletin kami

Ikuti perkembangan berita dan publikasi terbaru kami dengan berlangganan buletin reguler kami.