JAWA BARAT, Indonesia - Sekitar 100 pejabat pemerintah, pengawas ketenagakerjaan dan perwakilan Better Work Indonesia (BWI) menghadiri lokakarya yang menyoroti hasil kerja program ini di Bandung, Jawa Barat, bulan lalu.
Manajer Program BWI, Arron Goldman, menyiapkan panggung untuk lokakarya ini dengan mengindikasikan bahwa lokakarya ini akan menjadi sebuah platform untuk diskusi yang kuat, menggali seluk-beluk pendekatan yang ada saat ini di sektor ini, kesenjangan yang mungkin terjadi, dan solusi yang dapat ditindaklanjuti.
"Better Work Indonesia hadir bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi sebagai mitra yang berkomitmen dalam perjalanan menuju terciptanya lanskap ketenagakerjaan yang tidak hanya patuh, tetapi juga menetapkan standar untuk praktik-praktik yang etis dan berkelanjutan," kata Goldman.
Lokakarya yang diadakan di Jawa Barat merupakan pertemuan kedua dari rangkaian lokakarya yang direncanakan untuk tahun ini, setelah lokakarya awal di Yogyakarta pada bulan Desember 2023. BWI berencana untuk mengadakan lokakarya serupa di Jakarta dan Banten untuk memajukan tujuannya dalam meningkatkan hubungan ketenagakerjaan dan mendukung hak-hak pekerja di seluruh Indonesia.
Salah satu tujuan utama lokakarya ini adalah untuk memperkenalkan program Better Work Indonesia kepada para perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja. BWI melakukan survei interaktif dengan menggunakan alat jajak pendapat online untuk menilai pengetahuan mereka tentang program ini. Para peserta diminta untuk menjawab secara anonim terhadap serangkaian pertanyaan di layar besar menggunakan telepon genggam mereka.
Survei menunjukkan bahwa sebagian besar peserta yang hadir pernah mendengar tentang BWI, tanpa memiliki pengetahuan mendalam tentang pekerjaannya. Deskripsi mereka tentang BWI berkisar dari "pabrik kepatuhan" hingga "peningkatan kehidupan pekerja". Mayoritas juga mengakui kolaborasi BWI dengan para pemangku kepentingan.
Direktur Eksekutif BWI Olivia Krishanty memperkenalkan layanan inti program dan dampaknya di tingkat pabrik selama lokakarya.
Krishanty mencatat bahwa metodologi BWI melibatkan perpaduan antara penilaian dan layanan konsultasi langsung, yang bertujuan untuk perbaikan yang berkelanjutan dan bukannya kepatuhan sementara. Pendekatan ini dirancang untuk mendorong kolaborasi antara pabrik, pengawas ketenagakerjaan, dan mediator untuk memastikan bahwa undang-undang ketenagakerjaan ditafsirkan dengan benar, dan perbaikan yang dilakukan bermanfaat bagi para pekerja, ujarnya.
Saat ini, lebih dari 200 pabrik di sektor garmen dan alas kaki bermitra dengan BWI, mewakili hampir 400.000 pekerja.
Para peserta mengambil bagian dalam sesi "World Café" yang dirotasi di antara tiga stan, masing-masing didedikasikan untuk aspek tertentu dari program Better Work Indonesia-penilaian, diagnosis diri, serta konsultasi dan pembelajaran. Mereka menghabiskan waktu 15 menit di setiap stan, bertukar ide dan perspektif sebelum pindah ke stan berikutnya.
Lokakarya ini berfokus pada empat tema utama: persepsi dan penerapan norma ketenagakerjaan, keseimbangan antara kelangsungan bisnis dan kepatuhan terhadap standar ketenagakerjaan, model program BWI, dan peluang untuk berkolaborasi.