• Beranda Global, Berita global, Sorotan

Di tengah cuti, para pemimpin serikat pekerja bernegosiasi untuk perlindungan pekerja

3 Juni 2021

Menjadi "pembawa berita buruk" adalah peran yang tidak disukai oleh pemimpin serikat pekerja Mario Prostasius dan Iwan Ridwan karena pandemi COVID-19. Di tahun yang penuh dengan perubahan dan penurunan permintaan ini, mereka sering kali harus menyampaikan berita penutupan pabrik dan potensi PHK kepada rekan-rekan mereka.

Ketika COVID-19 melanda Indonesia pada Maret 2020, pabrik tempat Prostasius dan Ridwan bekerja, yaitu PT Sepatu Mas Idaman (PT Semasi) di Bogor, Jawa Barat, mengalami penurunan pesanan dari pembeli sebesar 70 persen. Di tengah penutupan perbatasan dan penurunan permintaan global, perusahaan dan para pekerja bernegosiasi melalui dialog sosial untuk mencapai kesepakatan: tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketika dia diberitahu tentang angka pesanan yang menurun pada bulan April 2020, Prostasius mengatakan bahwa pikiran pertamanya adalah keputusasaan: "Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan." Pandemi ini membawa dampak yang sangat besar. Pada saat itu, sekitar setengah dari pabrik-pabrik di daerah tersebut mengalami kesulitan yang sama, katanya, dan mencatat bahwa banyak yang terpaksa menerapkan "skema tidak bekerja, tidak dibayar."

Alih-alih putus asa, Prostasius, yang memimpin Federasi Serikat Pekerja Metal PT Semasi, mendedikasikan dirinya untuk mengumpulkan pendapat di antara 268 anggota serikat dari 1.600 pekerja di perusahaan tersebut. Ia juga berkonsultasi dengan para pemimpin serikat pekerja lainnya untuk menavigasi perairan yang belum dipetakan ini.

Ridwan, ketua Serikat Pekerja Independen PT Semasi yang beranggotakan 850 orang, mengatakan bahwa ketakutan awalnya adalah kegagalan bisnis dan penutupan perusahaan, yang akan mempengaruhi mata pencaharian para pekerja dan berdampak negatif pada ribuan keluarga. Setelah mempertimbangkan semua skenario yang memungkinkan melalui proses dialog sosial, perwakilan serikat pekerja dan manajemen PT Semasi akhirnya sepakat untuk merumahkan pekerja dengan kompensasi.

"Kami tidak dengan mudah mencapai kesepakatan," kata Ridwan. "Wajar jika kami memiliki perbedaan pendapat. Ada beberapa yang tidak menginginkan ini dan itu. Jadi kami harus melakukan negosiasi." Mendorong dialog sosial telah menjadi titik fokus pendampingan Better Work Indonesia, terutama karena pandemi telah membawa isu-isu sensitif seperti upah dan pemutusan hubungan kerja ke permukaan. Peraturan nasional yang dikeluarkan tentang upah dan ketenagakerjaan juga menekankan bahwa kesepakatan yang dibuat antara pekerja dan pengusaha perlu dibuat sebelum pengusaha dapat mengambil langkah-langkah untuk kelangsungan bisnis.

Better Work Indonesia telah memfasilitasi komitmen bersama yang disebut "Kolaborasi untuk Melindungi Keselamatan dan Kesehatan, Keberlanjutan Usaha dan Kesejahteraan Pekerja/Buruh di Industri Garmen Berorientasi Ekspor," yang ditandatangani oleh serikat pekerja dan asosiasi pengusaha untuk menegakkan dialog sosial demi ketenagakerjaan dan ketahanan usaha. Pelatihan dan seminar virtual serta sesi live Instagram yang diselenggarakan oleh Better Work Indonesia bertujuan untuk memberdayakan pekerja dalam berkomunikasi dan bernegosiasi dengan pengusaha terkait isu-isu industri. Kondisi krisis pandemi membuat komitmen semacam itu semakin mendesak.

Seiring dengan kembalinya operasi pabrik mereka di tengah-tengah pesanan yang terus berdatangan, baik Prostasius maupun Ridwan beralih ke aplikasi perpesanan seluler WhatsApp untuk mengumpulkan umpan balik dari para pekerja. Dialog sosial telah menjadi sarana untuk memasukkan saran-saran pekerja, mulai dari menyesuaikan tata letak di fasilitas produksi hingga menambah jumlah peralatan cuci tangan untuk menghindari antrean panjang dan untuk menjaga jarak. Prostasius dan Ridwan juga dilibatkan oleh perusahaan untuk berpatroli di fasilitas produksi setiap hari untuk memastikan para pekerja mematuhi protokol kesehatan. Karena Kamboja mengalami kebangkitan COVID-19, peran mereka yang mewakili kepentingan pekerja akan terus menjadi sangat penting.

"Pekerja harus sehat, dan pabrik harus tetap berjalan," kata Prostasius, "itu sudah pasti, tapi sisanya bisa dinegosiasikan."

Berlangganan Buletin kami

Ikuti perkembangan berita dan publikasi terbaru kami dengan berlangganan buletin reguler kami.