• Gender, Beranda Global, Sorotan, Seri Wawancara, Kisah Sukses

Perempuan mengambil peran yang lebih besar dalam serikat pekerja, meskipun ada tantangan

8 Mar 2022

UNGARAN, Indonesia - Sri Tentrem tersenyum lebar ketika ia berbagi cerita tentang pengalamannya bekerja di serikat pekerja. Ia mengenakan rompi biru langit dengan tulisan "SPN", singkatan dari serikat buruhnya, di sisi kiri, dan bendera merah putih di sisi kanan.

Tentrem adalah wakil ketua serikat pekerja di sebuah pabrik garmen di Ungaran, Jawa Tengah, sejak tahun 2018. Ia telah menjadi bagian dari serikat pekerja sejak 2006 dan telah terlibat dalam gerakan serikat pekerja selama bertahun-tahun untuk menyuarakan hak-hak pekerja.

Meskipun ia memainkan peran penting dalam serikat, Tentrem adalah bagian dari minoritas. Meskipun sebagian besar pekerja di industri garmen adalah perempuan, hanya ada sembilan perempuan di antara 30 pengurus serikat pekerja.

Masalah representasi yang tidak setara bukanlah masalah baru. Laporan Strategi Gender Global oleh Better Work Indonesia mengutip bukti yang menunjukkan bahwa perempuan secara sistematis tidak diikutsertakan dalam serikat pekerja, meskipun pekerja perempuan merupakan 90 persen dari angkatan kerja di industri garmen Indonesia.

Laporan "Moving the Needle" ILO tahun 2021 menjelaskan, "Kesenjangan gender yang sistemik juga terlihat jelas dalam lembaga dan proses dialog sosial yang menyatukan pemerintah, pengusaha, dan pekerja di seluruh perekonomian di tingkat nasional dan sektor."

Penelitian menunjukkan bahwa dalam lembaga dialog sosial, seperti serikat pekerja, keanggotaan perempuan berkisar antara 20 - 35 persen.

Meskipun Tentrem adalah minoritas sebagai wakil ketua perempuan, ia telah belajar untuk mengelola perannya yang unik dan tuntutan-tuntutannya. Ia telah belajar untuk mengikuti prosedur operasi standar yang disepakati antara manajemen dan serikat pekerja, serta bagaimana mengatur waktu antara pekerjaan dan kegiatan pengorganisasian sehingga ia dapat berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan-kegiatan serikat pekerja.

Manajemen waktu adalah tindakan penyeimbang lainnya. Ibu dari tiga anak ini harus mengatur pengawasan mereka, bahkan ketika ia sedang bekerja atau menghadiri tanggung jawab serikat pekerja. Ia mengandalkan ibu dan ibu mertuanya untuk membantu mengawasi anak-anaknya, dan ia juga harus mengantar dua anak sulungnya ke sekolah dan anak bungsunya ke tempat penitipan anak sebelum ia bekerja. Sebagai seorang ibu, ada ekspektasi budaya bagi Tentrem untuk menjaga anak-anaknya di luar jam kerja, terlepas dari kewajiban profesionalnya yang lain.

"Kalau ada pelatihan di akhir pekan, saya tetap ikut dan menyisihkan uang untuk membelikan mereka makanan dan camilan agar mereka tidak kecewa keesokan harinya," kata Tentrem. Ia juga meminta suaminya untuk pulang lebih awal agar bisa menjaga anak-anak pada hari-hari tersebut. Ini adalah tindakan penyeimbangan yang konstan.

Di masa depan, ia berharap tempat kerjanya dapat memberikan tunjangan tambahan bagi karyawan di luar upah minimum, karena pabrik tidak lagi mempekerjakan pekerja lembur selama pandemi. Tanpa upah lembur, akan lebih sulit bagi banyak pekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau membayar biaya penitipan anak ketika mereka memiliki prioritas yang saling bertentangan. Ia juga mendorong perusahaan untuk menerapkan struktur upah yang memberikan penghargaan kepada pekerja sesuai dengan keterampilan dan faktor lainnya.

Tentrem berharap pemerintah akan mempertimbangkan kembali upah minimum yang sesuai - sebuah fokus penting dari negosiasi serikat pekerja saat ini. Ia mengatakan bahwa kenaikan upah minimum terakhir di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, hanya sebesar 0,37 persen, atau Rp 8.457. Kenaikan rata-rata secara nasional adalah sekitar 1 persen.

Masalah penyesuaian upah minimum telah banyak diperdebatkan oleh gerakan buruh dengan aksi unjuk rasa dan pemogokan yang terjadi pada akhir tahun 2021.

"Setelah berjuang di bawah hujan dan terik matahari, kenaikannya hanya sebesar itu. Upah minimum di Jawa Tengah sangat rendah, sementara investasi sepertinya merajalela. Saya menolak upah murah di Jawa Tengah," ujar Tentrem dengan tegas. Serikat-serikat pekerja di Indonesia terus berjuang untuk meningkatkan standar ketenagakerjaan bagi diri mereka sendiri dan rekan-rekan kerja mereka, meskipun kemajuannya lambat.

Tentrem berpartisipasi dalam banyak protes yang dipimpin oleh para pekerja. Ia dan serikat pekerja lainnya mengadakan pertemuan dengan pengusaha dan pemerintah pada akhir tahun lalu untuk menegosiasikan kenaikan upah, namun ia mengatakan bahwa serikat pekerja kecewa dengan kenaikan yang dinegosiasikan.

"Ada banyak alasan mengapa saya bergabung dengan serikat pekerja. Saya membutuhkan dukungan dan ingin ada orang lain di sisi saya, karena jika saya mengambil tindakan sendirian, saya rasa suara saya tidak akan didengar," katanya. "Melalui serikat pekerja, suara kita lebih mungkin didengar."

Berlangganan Buletin kami

Ikuti perkembangan berita dan publikasi terbaru kami dengan berlangganan buletin reguler kami.