2.3. Diskriminasi dan pelecehan seksual

9 Oktober 2012

Pria dan wanita memiliki hak yang sama berdasarkan hukum dan konstitusi Ketenagakerjaan Indonesia.

Jenis kelamin seseorang tidak boleh menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perekrutan, kondisi kerja, upah, kesempatan promosi, akses ke pelatihan, atau pemutusan hubungan kerja.

Pemberi kerja harus mematuhi dan menerapkan prinsip kesetaraan antara pria dan wanita, dan tidak boleh melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Juga:

  1. Pemberi kerja harus memberikan remunerasi yang sama bagi karyawan laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang bernilai sama.
  2. Pemberi kerja tidak boleh memberhentikan atau memaksa karyawan mengundurkan diri karena mereka hamil, cuti hamil, atau berdasarkan status pernikahan mereka.
  3. Pemberi kerja tidak boleh mewajibkan perempuan untuk menjalani tes kehamilan sebagai bagian dari proses perekrutan atau kapan pun selama bekerja, kecuali jika pekerjaan tersebut memiliki risiko yang signifikan terhadap kesehatan perempuan dan anak berdasarkan konsultasi dengan dokter bersertifikat HIPERKES (dokter yang memiliki sertifikasi dalam bidang kebersihan industri, ergonomi, keselamatan dan kesehatan kerja).

Pelecehan seksual di tempat kerja dilarang. Pelecehan seksual adalah perilaku verbal atau fisik yang bersifat seksual yang mempengaruhi martabat perempuan atau laki-laki, yang tidak diinginkan, tidak masuk akal, dan menyinggung perasaan penerima.

Untuk dapat dianggap sebagai pelecehan seksual di tempat kerja, karyawan harus merasa bahwa reaksi mereka terhadap perilaku tersebut dapat memengaruhi keputusan terkait pekerjaan mereka, atau menjadi faktor dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan. Perilaku yang menciptakan lingkungan kerja yang tidak bersahabat atau tidak pantas juga dapat dianggap sebagai pelecehan seksual.

Pelecehan seksual dapat berupa perilaku seperti:

  1. Menyentuh, memeluk, atau mencium yang tidak diinginkan;
  2. Menatap atau melirik;
  3. Komentar atau lelucon yang bersifat sugestif;
  4. Ajakan seks yang tidak diinginkan atau permintaan terus-menerus untuk berkencan;
  5. Pertanyaan yang mengganggu tentang kehidupan pribadi atau tubuh orang lain;
  6. Penghinaan atau ejekan yang bersifat seksual;
  7. Perilaku yang juga merupakan pelanggaran menurut hukum pidana, seperti penyerangan fisik, pemaparan yang tidak senonoh, penyerangan seksual, menguntit, atau komunikasi yang tidak senonoh.

REFERENSI HUKUM:

  1. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA, PASAL. 281[KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA, PASAL. 281];
  2. RATIFICATION OF ILO CONVENTION ON EQUAL REMUNERATION FOR MEN AND WOMEN WORKERS FOR WORK OF EQUAL VALUE (C100), ACT NO. 80 OF 1957 [PENGESAHAN KONVENSI ILO MENGENAI PENGUPAHAN YANG SAMA BAGI BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA], UU NO. 80 TAHUN 1957];
  3. RATIFICATION OF ILO CONVENTION ON DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (C111), ACT NO. 21 OF 1999 [PENGESAHAN KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN (C111), UU NO. 21 TAHUN 1999]. 21 TAHUN 1999];
  4. UNDANG-UNDANG HAK ASASI MANUSIA NO. 39 TAHUN 1999, PASAL. 1 [UU HAK ASASI MANUSIA NO. 39 TAHUN 1999];
  5. UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, ARTS. 5-6, 153 [UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 5-6, 153];
  6. SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA NO. SE.03/MEN/IV/2011.

Panduan Sumber Daya:

  1. Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2011);
  2. Panduan Bagi Para Pemberi Kerja: Sexual Harassment Prevention at the Workplace, Indonesian Employers' Association (2012) [Panduan Bagi Para Pemberi Kerja: Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, APINDO (2012)];
  3. Kebijakan Model Kerja yang Lebih Baik tentang Pelecehan Seksual.

Pria dan wanita memiliki hak yang sama berdasarkan hukum dan konstitusi Ketenagakerjaan Indonesia.

Jenis kelamin seseorang tidak boleh menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perekrutan, kondisi kerja, upah, kesempatan promosi, akses ke pelatihan, atau pemutusan hubungan kerja.

Pemberi kerja harus mematuhi dan menerapkan prinsip kesetaraan antara pria dan wanita, dan tidak boleh melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Juga:

  1. Pemberi kerja harus memberikan remunerasi yang sama bagi karyawan laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang bernilai sama.
  2. Pemberi kerja tidak boleh memberhentikan atau memaksa karyawan mengundurkan diri karena mereka hamil, cuti hamil, atau berdasarkan status pernikahan mereka.
  3. Pemberi kerja tidak boleh mewajibkan perempuan untuk menjalani tes kehamilan sebagai bagian dari proses perekrutan atau kapan pun selama bekerja, kecuali jika pekerjaan tersebut memiliki risiko yang signifikan terhadap kesehatan perempuan dan anak berdasarkan konsultasi dengan dokter bersertifikat HIPERKES (dokter yang memiliki sertifikasi dalam bidang kebersihan industri, ergonomi, keselamatan dan kesehatan kerja).

Pelecehan seksual di tempat kerja dilarang. Pelecehan seksual adalah perilaku verbal atau fisik yang bersifat seksual yang mempengaruhi martabat perempuan atau laki-laki, yang tidak diinginkan, tidak masuk akal, dan menyinggung perasaan penerima.

Untuk dapat dianggap sebagai pelecehan seksual di tempat kerja, karyawan harus merasa bahwa reaksi mereka terhadap perilaku tersebut dapat memengaruhi keputusan terkait pekerjaan mereka, atau menjadi faktor dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan. Perilaku yang menciptakan lingkungan kerja yang tidak bersahabat atau tidak pantas juga dapat dianggap sebagai pelecehan seksual.

Pelecehan seksual dapat berupa perilaku seperti:

  1. Menyentuh, memeluk, atau mencium yang tidak diinginkan;
  2. Menatap atau melirik;
  3. Komentar atau lelucon yang bersifat sugestif;
  4. Ajakan seks yang tidak diinginkan atau permintaan terus-menerus untuk berkencan;
  5. Pertanyaan yang mengganggu tentang kehidupan pribadi atau tubuh orang lain;
  6. Penghinaan atau ejekan yang bersifat seksual;
  7. Perilaku yang juga merupakan pelanggaran menurut hukum pidana, seperti penyerangan fisik, pemaparan yang tidak senonoh, penyerangan seksual, menguntit, atau komunikasi yang tidak senonoh.

REFERENSI HUKUM:

  1. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA, PASAL. 281[KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA, PASAL. 281];
  2. RATIFICATION OF ILO CONVENTION ON EQUAL REMUNERATION FOR MEN AND WOMEN WORKERS FOR WORK OF EQUAL VALUE (C100), ACT NO. 80 OF 1957 [PENGESAHAN KONVENSI ILO MENGENAI PENGUPAHAN YANG SAMA BAGI BURUH LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA], UU NO. 80 TAHUN 1957];
  3. RATIFICATION OF ILO CONVENTION ON DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (C111), ACT NO. 21 OF 1999 [PENGESAHAN KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN (C111), UU NO. 21 TAHUN 1999]. 21 TAHUN 1999];
  4. UNDANG-UNDANG HAK ASASI MANUSIA NO. 39 TAHUN 1999, PASAL. 1 [UU HAK ASASI MANUSIA NO. 39 TAHUN 1999];
  5. UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, ARTS. 5-6, 153 [UU KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003, PASAL 5-6, 153];
  6. SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA NO. SE.03/MEN/IV/2011.

Panduan Sumber Daya:

  1. Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2011);
  2. Panduan Bagi Para Pemberi Kerja: Sexual Harassment Prevention at the Workplace, Indonesian Employers' Association (2012) [Panduan Bagi Para Pemberi Kerja: Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, APINDO (2012)];
  3. Kebijakan Model Kerja yang Lebih Baik tentang Pelecehan Seksual.

Berlangganan Buletin kami

Ikuti perkembangan berita dan publikasi terbaru kami dengan berlangganan buletin reguler kami.